XXIV. TANHA VAGGA ~ Nafsu keinginan
1. manujassa pamattacārino, taṇhā vaḍḍhati māluvā viya.
so plavatī hurā huraṃ, phalamicchaṃva vanasmi vānaro.
Bila seseorang hidup lengah, maka nafsu keinginan tumbuh, seperti tanaman Maluwa yang menjalar. Ia melompat dari satu kehidupan ke kehidupan yang lain, bagaikan kera yang senang mencari buah-buahan di dalam hutan.
334
2. yaṃ esā sahate jammī, taṇhā loke visattikā.
sokā tassa pavaḍḍhanti, abhivaṭṭhaṃva bīraṇaṃ.
Dalam dunia ini, siapapun yang dikuasai oleh nafsu keinginan rendah dan beracun, penderitaannya akan bertambah seperti rumput Birana yang tumbuh dengan cepat karena disirami dengan baik.
335
3. yo cetaṃ sahate jammiṃ, taṇhaṃ loke duraccayaṃ.
sokā tamhā papatanti, udabinduva pokkharā.
Tetapi barang siapa dapat mengatasi nafsu keinginan yang beracun dan sukar dikalahkan itu, maka kesedihan akan berlalu dari dalam dirinya, seperti air yang jatuh dari daun teratai.
336
4. taṃ vo vadāmi bhaddaṃ vo, yāvantettha samāgatā.
taṇhāya mūlaṃ khaṇatha, usīratthova bīraṇaṃ.
mā vo naḷaṃva sotova, māro bhañji punappunaṃ.
Kuberitahukan hal ini kepadamu: Semoga engkau sekalian yang telah datang berkumpul di sini memperoleh kesejahteraan! Bongkarlah nafsu keinginanmu, seperti orang mencabut akar rumput Birana yang harum. Jangan biarkan Mara menghancurkan dirimu berulang kali, seperti arus sungai menghancurkan rumput ilalang yang tumbuh di tepi.
337
5. yathāpi mūle anupaddave daḷhe, chinnopi rukkho punareva rūhati.
evampi taṇhānusaye anūhate, nibbattatī dukkhamidaṃ punappunaṃ.
Sebatang pohon yang telah ditebang masih akan dapat tumbuh dan bersemi lagi apabila akar-akarnya masih kuat dan tidak dihancurkan. Begitu pula selama akar nafsu keinginan tidak dihancurkan, maka penderitaan akan tumbuh berulang kali.
338
6. yassa chattiṃsati sotā, manāpasavanā bhusā.
māhā vahanti duddiṭṭhiṃ, saṅkappā rāganissitā.
Apabila tiga puluh enam nafsu keinginan di dalam diri seseorang mengalir deras menuju objek-objek yang menyenangkan, maka gelombang pikiran yang penuh nafsu akan menyeret orang yang memiliki pandangan salah seperti itu.
339
7. savanti sabbadhi sotā, latā uppajja tiṭṭhati.
tañca disvā lataṃ jātaṃ, mūlaṃ paññāya chindatha.
Di mana-mana mengalir arus (=nafsu-nafsu keinginan); di mana-mana tanaman menjalar tumbuh merambat. Apabila engkau melihat tanaman menjalar (=nafsu keinginan) tumbuh tinggi, maka harus kau potong akar-akarnya dengan pisau (=kebijaksanaan).
340
8. saritāni sinehitāni ca, somanassāni bhavanti jantuno.
te sātasitā sukhesino, te ve jātijarūpagā narā.
Dalam diri makhluk-makhluk timbul rasa senang mengejar objek-objek indria, dan mereka menjadi terikat pada keinginan-keinginan indria. Karena cenderung pada hal-hal yang menyenangkan dan terus mengejar kenikmatan-kenikmatan indria, maka mereka menjadi korban kelahiran dan kelapukan.
341
9. tasiṇāya purakkhatā pajā, parisappanti sasova bandhito.
saṃyojanasaṅgasattakā, dukkhamupenti punappunaṃ cirāya.
Makhluk-makhluk yang terikat pada nafsu keinginan, berlarian kian kemari seperti seekor kelinci yang terjebak. Karena terikat erat oleh belenggu-belenggu dan ikatan-ikatan, maka mereka mengalami penderitaan untuk waktu yang lama.
342
10. tasiṇāya purakkhatā pajā, parisappanti sasova bandhito.
tasmā tasiṇaṃ vinodaye, ākaṅkhanta virāgamattano.
Makhluk-makhluk yang terikat oleh nafsu-nafsu keinginan, berlarian kian kemari seperti seekor kelinci yang terjebak. Karena itu seorang bhikkhu yang menginginkan kebebasan diri, hendaknya ia membuang segala nafsu-nafsu keinginannya.
343
11. yo nibbanatho vanādhimutto, vanamutto vanameva dhāvati.
taṃ puggalametha passatha, mutto bandhanameva dhāvati.
Setelah bebas dari hutan keinginan (=kehidupan rumah tangga), ia menemukan hutan kesucian (=kehidupan pertapa). Tapi, walaupun telah bebas dari keinginan (akan kehidupan rumah tangga) ia kembali ke rumah lagi. Lihatlah orang seperti itu! Setelah bebas! Ia kembali pada ikatan itu lagi.
344
12-13. na taṃ daḷhaṃ bandhanamāhu dhīrā, yadāyasaṃ dārujapabbajañca.
sārattarattā maṇikuṇḍalesu, puttesu dāresu ca yā apekkhā.

etaṃ daḷhaṃ bandhanamāhu dhīrā, ohārinaṃ sithilaṃ duppamuñcaṃ.
etampi chetvāna paribbajanti, anapekkhino kāmasukhaṃ pahāya.
Orang bijaksana menyatakan bahwa belenggu yang terbuat dari besi, kayu, ataupun rami tidaklah begitu kuat. Tetapi ikatan terhadap anak-anak, istri, dan harta benda, sesungguhnya merupakan belenggu yang jauh lebih kuat.
Orang bijaksana menyatakan bahwa belenggu seperti itu amat kuat, dapat melemparkan orang ke bawah, halus dan sukar untuk dilepaskan. walaupun demikian, para bijaksana akan dapat memutuskan belenggu itu, mereka meninggalkan kehidupan duniawi, tanpa ikatan, serta melepaskan kesenangan-kesenangan indria.
345-346
14. ye rāgarattānupatanti sotaṃ, sayaṃkataṃ makkaṭakova jālaṃ.
etampi chetvāna vajanti dhīrā, anapekkhino sabbadukkhaṃ pahāya.
Mereka yang bergembira dengan nafsu indria, akan jatuh ke dalam arus (kehidupan), seperti laba-laba yang jatuh ke dalam jaring yang dibuatnya sendiri. Tapi para bijaksana dapat memutuskan belenggu itu, mereka meninggalkan kehidupan duniawi, tanpa ikatan, serta melepaskan kesenangan-kesenangan indria.
347
15. muñca pure muñca pacchato, majjhe muñca bhavassa pāragū.
sabbattha vimuttamānaso, na punaṃ jātijaraṃ upehisi.
Tinggalkan apa yang telah lalu, yang akan datang maupun sekarang (=kemelekatan terhadap lima kelompok kehidupan) dan capailah 'Pantai Seberang' (=nibbana). Dengan pikiran yang telah bebas dari segala sesuatu, maka engkau tak akan mengalami kelahiran dan kelapukan lagi.
348
16. vitakkamathitassa jantuno, tibbarāgassa subhānupassino.
bhiyyo taṇhā pavaḍḍhati, esa kho daḷhaṃ karoti bandhanaṃ.
Orang yang pikirannya kacau, penuh dengan nafsu, dan hanya melihat pada hal-hal yang menyenangkan saja, maka nafsu keinginannya akan terus bertambah. Sesungguhnya orang seperti itu hanya akan memperkuat ikatan belenggunya sendiri.
349
17. vitakkūpasame ca yo rato, asubhaṃ bhāvayate sadā sato.
esa kho byanti kāhiti, esa checchati mārabandhanaṃ.
Orang yang bergembira dalam menenangkan pikirannya, tekun merenungkan hal-hal yang menjijikkan (sebagai objek perenungan dalam samadhi) dan selalu sadar, maka ia akan mengakhiri nafsu-nafsu keinginannya dan menghancurkan belenggu Mara.
350
18. niṭṭhaṅgato asantāsī, vītataṇho anaṅgaṇo.
acchindi bhavasallāni, antimoyaṃ samussayo.
Orang yang telah mencapai tujuan akhir, tidak lagi mempunyai rasa takut, noda batin serta nafsu keinginan, sesungguhnyalah ia telah mematahkan ruji-ruji kehidupan. Bagi orang suci seperti itu, tubuhnya merupakan tubuh yang terakhir.
351
19. vītataṇho anādāno, niruttipadakovido.
akkharānaṃ sannipātaṃ, jaññā pubbāparāni ca.
sa ve 'antimasārīro, mahāpañño mahāpuriso'ti vuccati.
Orang yang telah bebas dari nafsu keinginan dan kemelekatan, pandai dalam menganalisa serta memahami 'Ajaran' beserta pasangan-pasangannya, maka ia patut disebut seorang 'Pemilik Tubuh Terakhir' (=arahat), orang yang memiliki 'Kebijaksanaan Agung', seorang manusia agung.
352
20. sabbābhibhū sabbavidūhamasmi, sabbesu dhammesu anūpalitto.
sabbañjaho taṇhakkhaye vimutto, sayaṃ abhiññāya kamuddiseyyaṃ.
Aku telah mengalahkan semuanya. Aku telah mengetahui semuanya. Aku telah bebas dari semuanya. Aku telah meninggalkan semuanya. Setelah menghancurkan nafsu keinginan, Aku benar-benar bebas. Setelah menyadari segala sesuatu melalui usaha sendiri, maka siapakah yang patut Ku-sebut Guru?
353
21. sabbadānaṃ dhammadānaṃ jināti, sabbarasaṃ dhammaraso jināti.
sabbaratiṃ dhammarati jināti, taṇhakkhayo sabbadukkhaṃ jināti.
Pemberian 'Kebenaran' (Dhamma) mengalahkan semua pemberian lainnya; rasa 'Kebenaran' (Dhamma) mengalahkan semua rasa lainnya; kegembiraan dalam 'Kebenaran' (Dhamma) mengalahkan semua kegembiraan lainnya. Orang yang telah menghancurkan nafsu keinginan akan mengalahkan semua penderitaan.
354
22. hananti bhogā dummedhaṃ, no ca pāragavesino.
bhogataṇhāya dummedho, hanti aññeva attanaṃ.
Kekayaan dapat menghancurkan orang bodoh, tetapi tidak menghancurkan mereka yang mencari 'Pantai Seberang' (=nibbana). Karena nafsu keinginan mendapatkan kekayaan, orang bodoh menghancurkan dirinya sendiri, dan juga akan menghancurkan orang lain.
355
23. tiṇadosāni khettāni, rāgadosā ayaṃ pajā.
tasmā hi vītarāgesu, dinnaṃ hoti mahapphalaṃ.
Rumput liar merupakan bencana bagi sawah dan ladang; nafsu indria merupakan bencana bagi manusia. Karena itu dana yang dipersembahkan kepada mereka yang telah bebas dari nafsu indria akan menghasilkan pahala yang besar.
356
24. tiṇadosāni khettāni, dosadosā ayaṃ pajā.
tasmā hi vītadosesu, dinnaṃ hoti mahapphalaṃ.
Rumput liar merupakan bencana bagi sawah dan ladang; kebencian merupakan bencana bagi manusia. karena itu, dana yang dipersembahkan kepada mereka yang telah bebas dari kebencian akan menghasilkan pahala yang besar.
357
25. tiṇadosāni khettāni, mohadosā ayaṃ pajā.
tasmā hi vītamohesu, dinnaṃ hoti mahapphalaṃ.
Rumput liar merupakan bencana bagi sawah dan ladang; ketidak-tahuan merupakan bencana bagi manusia. Karena itu, dana yang dipersembahkan kepada mereka yang telah bebas dari ketidak-tahuan akan menghasilkan pahala yang besar.
358
26. (tiṇadosāni khettāni, icchādosā ayaṃ pajā.
tasmā hi vigaticchesu, dinnaṃ hoti mahapphalaṃ.)
tiṇadosāni khettāni, taṇhādosā ayaṃ pajā.
tasmā hi vītataṇhesu, dinnaṃ hoti mahapphalaṃ.
Rumput liar merupakan bencana bagi sawah dan ladang; iri hati merupakan bencana bagi mannusia. Karena itu, dana yang dipersembahkan kepada mereka yang telah bebas dari iri hati akan menghasilkan pahala yang besar.
359